Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tawakkal Barometer Iman

Tawakal, kata sifat yang sudah terlanjur digunakan didalam kehidupan kita sehari-hari di Negri ini, sebenarnya merupakan kata kerja perintah (fi'il amr).  Istilah yang benar dalam kaidah bahasa Arab adalah tawakkul.
 Pembahasan pembahasan sifat mulia ini didalam Alqur'an bisa kita jumpai dalam puluhan ayat. Tidak kurang dari 70 ayat yang tersebar dalam 31 surah, itu semua menjelaskan tentang segala hal yang berkaitan dengan tawakkal. dalam kehidupan manusia.

Cermin keimanan
Sifat tawakkal itu sendiri sangat erat kaitannya dengan keimanan terlebih dahulu. Ibaratnya kalau membangun rumah maka harus di mulai dari pondasi. Jika tidak, maka rumah tersebut akan segera hancur.
Alloh tabaroka wata 'ala berfirman:
وعل الله فتوكلواإ كنتم  مؤمنين
. . ."Dan hanya kepada Alloh saja hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman."

Meski demikian,  ia tidak boleh berhenti pada takaran keyakinan, akan tetapi harus mewujudkan dalam bentuk sikap, perilaku, dan kepribadian yang tampak sehari-hari.
Agar sifat tawakkal itu terwujud, terus tumbuh dan berubah, maka ianya harus perlu di rawat, dan di pelihara bahakan harus di jaga dengan hati-hati. Itulah sebabnya orang beriman itu menjadi wajib baginya untuk senantiasa mentarbiyah diri, baik secara sendiri maupun jama'i, melalui amalan yaumiyah (harian) yang berkelanjutan sehingga berdampak pada pembentukan  karakter. Dan salah satunya adalah Do'a dan berzikir.

Banyak amalan harian yang menjadi wiritan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa salam yang patut menjadi contoh buat kita selaku umatnya. Baik dalam ' amalan maupun dalam kegiatan kita sehari-hari. Misalnya setiap hendak bepergian beliau selalu berdo'a yang artinya,

"Dengan nama Alloh, aku bertawakkal hanya kepada Alloh, dan tiada daya dan upaya melainkan dengan izin Alloh."(Riwayat Tirmizi)

Tiga menyimpang, satu lurus
Ada tiga golongan manusia yang di anggap menyimpang dari nilai tawakkal:

Pertama, golongan manusia yang menyewakan rasio (akal), dan sebaliknya. mereka menaikkan (menolak) tawakkal. Mereka meyakini bahwa kesuksesan manusia hanya di tentukan oleh ikutan dan usaha mereka sendiri. Adapun ketetapan dan takdir Allohu ta'ala tidak berarti. Berserah diri kepada ketentuan Allohu tabaroka wata 'ala. Tawakkal menurut mereka, merupakan tindakan yang harus di jauhi karena bertentangan dengan akal sehat.
pandangan yang seperti itu sejalan dengan ideologi fir' aun laknatullohi 'alaihi beserta sekutu-sekutunya, sebagaimana yang di ungkapkan di dalam Al-Qur' an yang berbunyi,

إ نما أوتيته ،عل علم عنري
"Sesungguhnya harta kekaya'an yang banyak ini aku dapatkan tidak dengan pertolongan siapapun melainkan dengan 'ilmuku sendiri (Al-Qoshosh[28]:78)

Golongan kedua, golongan yang kedua ini mempunyai pandangan sebaliknya, Mereka berkeyakinan bahwa segala bentuk ikhtiar dan usaha manusia tidak ada gunanya, karna semuanya telah di tentukan oleh Allohu tababaroka wata ' ala oleh karna itu segala sesuatu haruslah diterima apa adanya.

Aliran ini juga bertentangan dengan ketetapan Allohu ta 'ala. Sebagaimana firmannya yang terkandung di dalam Quran Surah (Arro'adu [13]:) Yang berbunyi:

ان ا لله لا  يغير ما  بقوم  حتى  يغيروا  ما بأنفسهم

 "Sesungguhnya Alloah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum tersebut mau merubah nasibnya sendiri".
   
Sedangkan golongan yang ketiga adalah mereka yang bersikap dengan setengah-setengah. Mereka mengaku Muslim, akan tetapi sikap mereka tidak sedikitpun menunjukkan perilaku pasrah kepada Allohu ta Alaa.

Mereka mengaku beriman akan tetapi hati mereka kosong dari Tawakkal kepada-Nya. Keimanan mereka sekedar verbalisme, hanya di mulut 😝  Prilaku golongan ini terlihat jelas terutama pada sa'at mereka di uji oleh Allohu ta 'Alaa. Baik pada sa'at mereka menerima kenikmatan maupun pada sa'at mereka mendapat musibah.

Mereka lupa diri dan tidak bersyukur ketika mendapat suatu kenikmatan. Sebaliknya, ketika mendapat musibah, mereka berputus harapan

Ketiga golongan diatas, jelas-jelas telah tersesat. Mereka telah menyimpang dari ketentuan Allohu tabaroka wata 'ala,  mereka telah mengingkari hukum Allohu ta'ala, dan Sunnah Rosulullohi shollallohu alayhi wa sallam.

Golongan yang selamat
Hanya satu golongan yang selamat. Mereka adalah orang-orang yang lurus di dalam menjalankan Syari'at. Mereka meyakini bahwa apapun yang akan menimpa manusia, baik atau sebaliknya, itu semua adalah ketentuan Allohu ta 'Alaa.

Tidak ada satu peristiwapun yang terjadi tanpa izin dari Allohu ta 'Alaa. Semuanya sudah di tulis di dalam Lauhul Mahfudz.
Firman Alloh subhanahu wata 'Aala, yang artinya:

"Katakanlah sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa-apa yang telah di tetapkan oleh Allohu ta baroka wata 'ala bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Alloh saja orang-orang beriman bertawakkal. (Q.s, At-Taubah[9]:51).

Meski demikian, sesuai dengan ketentuan Alloh subhanahu wata 'Aala, dan sunnah Rosululloh shollallohu alayhi wa 'ala alihi wasallam, kita di wajibkan pula oleh syari'at untuk membuat rencana, berusaha dan berikhtiar dengan sungguh-sungguh, setelah itu bertawakkal dan berserah diri kepada Allohu Azza wajalla.

Intinya, tawakkal yang sungguh-sungguh ikut menjadi sebab dan tidak melalaikan  Sang Pencipta Sebab,  secara lahiriyah kita wajib berikhtiar  bersama sebab. Namun secara bathin kita beriman kepada takdir Allohu zalla jalaluh.

Bersandar hanya pada sebab dan menganggapnya sebagai puncak segala sesuatu di dalam merealisasikan tujuan adalah kekafiran dan kemusyrikan. Demikian juga meninggalkan sebab yang di perlukan bagi perbuatannya, padahal ia mampu menyiapkannya adalah kedurhaka'an.
      Seorang Muslim harus meninggalkan keduanya dan memohon ampun kepada Allohu tabaroka wata 'ala.

Sendi-Sendi Tawakkal
Ada tiga sendi pokok penyerahan diri kepada Allohu Azza wajalla. :

Pertama:
      'Azam, Azam atau kebulatan tekad yang diimplementasikan dalam bentuk rencana, program, usaha dan Ikhtiar yang sungguh. 'Azzam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sikap Tawakkal.

Sikap tawakkal akan menjadi cacat tanpa kebulatan tekad. Rosululloh shollallohu alayhi wa 'ala 'Alaihi wa sallam berkali-kali memberi contoh kepada kita bagaimana persiapan beliau sa'at menghadapi peperangan. Beliau mematangkan strategi, bermusyawaroh bersama para sohabatnya, barulah kemudian beliau berserah diri kepada Allohu Azza wajalla.

Kedua:
     Ridho terhadap ujian. Coba'an hidup merupakan ketetapan dari Allohu Azza wajalla yang pasti terjadi. Siapapun dia pasti akan melewati ujian ini, ujian dalam bentuk kebaikan maupun dalam bentuk keburukan.

Dan diantara bentuk kebaikan itu ialah Nikmat kesehatan, Rizky, jabatan, paras wajah dan yang selainnya.

Sementara bentuk ujian keburukan itu bisa berupa sakit, kekurangan rizky, kecelaka'an, bencana alam dan sebagainya.

Wallohu tabaroka wata 'Aala berfirman dalam Quran Surah Al-ambiya,  yang berbunyi:

كل  نفس  زيقة لموت، ونبلو كم بشر والخير  فتنةً ، وإلينا ترجون.

"Setiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji (iman) kamu dengan kebaikan dan keburukan, sebagai coba'an (ujian) yan sebenar-benarnya. (AL-Ambiya'[21]:35)

Dan sendi yang ketiga ialah: 
  
Sabar Dan Syukur. 
   Tak ada tawakkal tanpa sabar dan syukur. Ibarat burung, jika ingin terbang jauh maka ia harus mempunyai dua sayap, bila salah satunya sulit di kepakkan, maka burung 🐦 tersebut akan jatuh ketanah. Seperti itulah nilai syukur dan sabar yang berkaitan dengan Tawakkal.

Sungguh menakjubkan keada'an orang-orang Mukmin.  Kata Rosulullohi Shollallohu 'alayhi wa 'ala 'Alaihi wasallam sebagaimana yang di riwayatkan oleh Al Imam Muslim rohimahullohu ta 'ala. Semua urusan selalu menjadi baik buat mereka. Jika mendapat kebaikan ia bersyukur, dan manakala mendapat keburukan ia bersabar.

*Wallohuta 'ala a'lam bishowab. 
Wa shollallohu 'alannabiyyina Muhammad.*




Posting Komentar untuk "Tawakkal Barometer Iman"